Perjanjian Standar Kontrak
Bab 5
Perkataan “ perikatan “ ( verbintenis
) mempunyai arti yang lebiih luas dari perkataan “ perjanjian “ , sebab dalam
perikatan diatur juga perihal hubungan hukum yang sama sekali tidak bersumber
pada suatu persetujuan atau perjanjian , yaitu perihat perikatan yang timbul
dari perbuatan yang melanggar hukum ( onrechtmatige daad ) dan perihal
perkataan yang timbul dari pengurusan kepentingan orang lain yang tidak
berdasarkan persetujuan ( zaakwarneming ).
5.1 Standar Kontrak
Standar kontrak adalah perjanjian
yang isinya telah ditetapkan terlebih dahulu secara tertulis berupa
formulir-formulir yang digandakan dalam jumlah tidak terbatas, untuk ditawarkan
kepada para konsumen tanpa memperhatikan perbedaan kondisi para konsumen
(Johannes Gunawan)
perjanjian yang isinya dibakukan dan
dituangkan dalam bentuk formulir (Mariam Badrulzaman)
is one in which there is great
disparity of bargaining power that the weaker party has no choice but to accept
the terms imposed by the stronger party or forego the transaction.
Perjanjian
baku adalah perjanjian yang dipakai sebagai patokan atau pedoman bagi siapapun
yang menutup perjanjian dengannya tanpa kecuali, dan disusun terlebih dahulu
secara sepihak serta dibangun oleh syarat-syarat standar, ditawarkan pada pihak
lain untuk disetujui dengan hampir tidak ada kebebasan bagi pihak yang diberi
penawaran untuk melakukan negosiasi atas apa yang ditawarkan, sedangkan hal
yang dibakukan, biasanya meliputi model, rumusan, dan ukuran.
Menurut Mariam Darus, standar kontrak
terbagi dua yaitu umum dan khusus.
- Kontrak standar umum artinya kontrak yang isinya telah disiapkan lebih dahulu oleh kreditur dan disodorkan kepada debitur.
2. Kontrak standar khusus, artinya kontrak
standar yang ditetapkan pemerintah baik adanya dan berlakunya untuk para pihak
ditetapkan sepihak oleh pemerintah.
Berdasar ketentuan hukum yang berlaku pasal 1320
Kitab Undang-Undang Hukum Perdata, suatu perjanjian dinyatakan sah apabila
telah memenuhi 4 syarat komulatif yang terdapat dalam pasal tersebut, yaitu :
1. Adanya kesepakatan para pihak untuk mengikatkan diri
Bahwa semua pihak menyetujui/sepakat mengenai materi yang diperjanjikan,
dalam hal ini tidak terdapat unsur paksaan, intimidasi ataupun penipuan.
2. Kecakapan para pihak untuk membuat perjanjian
2. Kecakapan para pihak untuk membuat perjanjian
Kata kecakapan yang dimaksud dalam hal ini adalah
bahwa para pihak telah dinyatakan dewasa oleh hukum, (ukuran dewasa sesuai
ketentuan KUHPerdata adalah telah berusia 21 tahun; sudah atau pernah menikah),
tidak gila, tidak dibawah pengawasan karena perilaku yang tidak stabil dan
bukan orang-orang yang dalam undang-undang dilarang membuat suatu perjanjian
tertentu.
3. Ada suatu hal tertentu
Bahwa obyek yang diperjanjikan dapat ditentukan dan dapat dilaksanakan oleh para pihak.
4. Adanya suatu sebab yang halal
3. Ada suatu hal tertentu
Bahwa obyek yang diperjanjikan dapat ditentukan dan dapat dilaksanakan oleh para pihak.
4. Adanya suatu sebab yang halal
Suatu sebab dikatakan halal apabila sesuai dengan
ketentuan pasal 1337 Kitab Undang-undang Hukum Perdata, yaitu :
• tidak bertentangan dengan ketertiban umum
• tidak bertentangan dengan kesusilaan
• tidak bertentangan dengan undang-undang
• tidak bertentangan dengan kesusilaan
• tidak bertentangan dengan undang-undang
5.2 Macam – macam Perjanjian
a. Berdasarkan
Hak dan Kewajiban
Penggolongan ini dilihat dari Hak dan Kewajiban para pihak. Adapun perjanjian-perjanjian
yang dilakukan para pihak menimbulkan hak dan kewajiban-kewajiban pokok seperti
pada jual beli dan sewa-menyewa.
1.
Perjanjian Sepihak
Perjanjian sepihak adalah perjanjian yang hanya ada kewajiban pada satu
pihak, dan hanya ada hak pada hak lain. Perjanjian yang selalu menimbulkan
kewajiban-kewajiban hanya bagi satu pihak.
Misalnya
perjanjian pinjam pakai
2.
Perjanjian Timbal Balik
Perjanjian timbal balik adalah perjanjian dimana hak dan kewajiban ada
pada kedua belah pihak. Jadi pihak yang berkewajiban melakukan suatu prestasi
juga berhak menuntut suatu kontra prestasi.
Misalnya
perjanjian jual-beli dan Perjanjian sewa-menyewa
Perjanijian
timbal balik dibagi dua,yaitu:
a. Perjanjian timbal balik sempurna
b. Perjanjian timbal balik tidak sempurna
Perjanjian timbal balik tidak sempurna senantiasa menimbulkan suatu
kewajiban pokok bagi satu pihak, sedangkan pihak lainnya wajib melakukan
sesuatu. Di sini tampak adanya prestasi yang seimbang satu sama lain. Misalnya,
si penerima pesan senantiasa wajib untuk
melaksanakan pesan yang dikenakan atas pundak orang memberi pesan.
Penerima pesan melaksanakan kewajiban tersebut, apabila si penerima pesan telah
mengeluarkan biaya-biaya atau olehnya telah diperjanjikan upah, maka pemberi
pesan harus menggantikannya.
b. Berdasarkan Keuntungan yang
diperoleh
Penggolongan
ini didasarkan pada keuntungan salah satu pihak dan adanya prestasi dari pihak
lainnya.
1.
Perjanjian Cuma-Cuma
Perjanjian Cuma-Cuma adalah perjanjian yang memberikan keuntungan bagi
salah satu pihak saja.
Misalnya
perjanjian hibah, perjanjian pinjam pakai
2.
Perjanjian Asas Beban
Perjanjian asas beban adalah perjanjian atas prestasi dari pihak yang
satu selalu terdapat kontra prestasi dari pihak lain dan antara kedua prestasi
itu ada hubungannya menurut hukum.
Misalnya
saja A menjanjikan kepada B suatu jumlah tertentu, jika B menyerahkan sebuah
benda tertentu pula kepada A.
c. Berdasarkan Nama
dan Pengaturan
Penggolongan ini didasarkan pada nama perjanjian yang tercantum di dalam
Pasal 1319 KUH Perdata dan Artikel 1355 NBW. Di dalam pasal 1319 KUH Perdata
dan Artikel 1355 NBW hanya disebutkan dua macam perjanjian menurut namanya,
yaitu perjanjian nominaat (bernama) dan perjanjian innominaat (tidak bernama).
1.
Perjanijian Bernama (nominaat)
Isilah kontrak nominaat merupakan terjemahan dari nominaat contract. Kontrak nominaat sama artinya dengan perjanjian
bernama atau benoemde dalam bahasa
Belanda. Kontrak nominaat merupakan perjanjian yang dikenal dan terdapat dalam
pasal 1319 KUH Perdata. Pasal 1319 KUH Perdata berbunyi:
“Semua
perjanjian, baik yang mempunyai nama khusus, maupun yang tidak dikenal dengan
suatu nama tertentu, tunduk pada peraturan umum yang termuat dalam bab ini dan
bab yang lalu”.
Misalnya Perjanjian jual beli, sewa menyewa,
penitipan barang, pinjam pakai, asuransi, perjanjian pengangkutan.
2.
Perjanijian Tidak Bernama (innominaat)
Perjanjian tidak bernama merupakan perjanjian yang timbul, tumbuh, hidup
dan berkembang dalam masyarakat. Jenis perjanjian tidak Bernama ini diatur di
dalam Buku III KUH Perdata, hanya ada satu pasal yang mengatur tentang
perjanjian innominaat, yaitu Pasal
1319 KUH Perdata yang berbunyi:
“Semua perjanjian, baik yang mempunyai nama khusus maupun yang tidak
dikenal dengan suatu nama tertentu tunduk pada peraturan umum yang termuat
dalam bab ini dan bab yang lalu”.
Ketentuan ini mengisyaratkan bahwa perjanjian, baik yang mempunyai nama
dalam KUH Perdata maupun yang tidak dikenal dengan suatu nama tertentu (tidak
bernama) tunduk pada Buku III KUH Perdata. Dengan demikian, para pihak yang
mengadakan perjanjian innominaat
tidak hanya tunduk pada berbagai peraturan yang mengaturnya, tetapi para pihak
juga tunduk pada ketentuan-ketentuan yang tercantum dalam KUH Perdata.
Misalnya sewa beli, sewa guna
usaha/leasing.
Perjanjian
tidak bernama dibagi 2 yaitu :
a. Perjanijian campuran
Perjanjian campuran adalah perjanjian yang mengandung berbagai unsur
dari berbagai perjanjian. Perjanjian ini tidak diatur dalam BW maupun KUHD.
Misalnya
perjanjian sewa beli (gabungan sewa-menyewa dan jual-beli).Setiap orang
diperbolehkan/bebas membuat perjanjian bernama, tak bernama, maupun perjanjian
campuran,karena Hukum Perikatan dan Hukum Perjanjian yang diatur dalam Buku III
KUH Per merupakan hukum pelengkap (aanvulent recht).
b. Perjanjian mandiri
d. Berdasarkan tujuan perjanjian
Penggolongan ini didasarkan pada unsur-unsur perjanjian yang terdapat di
dalam perjanjian tersebut.
1.
Perjanjian Kebendaan
Perjanjian kebendaan adalah Perjanjian hak atas benda dialihkan atau
diserahkan kepada pihak lain.
Misalnya
perjanjian pembebanan jaminan dan penyerahan hak milik.
2.
Perjanjian Obligatoir
Perjanjian
obligatoir adalah Perjanjian yang menimbulkan kewajiban dari para pihak.
3.
Perjanjian Liberatoir
Perjanjian Liberatoir adalah Perjanjian para pihak yang membebaskan diri
dari kewajiban yang ada.
e. Berdasarkan cara
terbentuknya atau lahirnya perjanjian
Penggolongan perjanjian ini didasarkan pada terbentuknya perjanjian itu.
Perjanjian itu sendiri terbentuk karena adanya kesepakatan kedua belah pihak
pada saat melakukan perjanjian.
1.
Perjanjian Konsensuil
Perjanjian konsensuil adalah perjanjian yang mengikat sejak adanya
kesepakatan (consensus) dari kedua belah pihak. Jadi perjanjian lahir sejak
detik tercapainya kata sepakat dari kedua belah pihak.
Misalnya
jual beli, sewa menyewa
2.
Perjanjian Riil
Perjanjian riil adalah perjanjian yang mengikat jika disertai dengan
perbuatan/ tindakan nyata. Jadi dengan adanya kata sepakat saja, perjanjian
tersebut belum mengikat kedua belah pihak.
Misalnya
Perjanjian penitipan barang, perjanjian pinjam pakai
3. Perjanjian Formal
Perjanjian formal adalah Perjanjian yang terikat pada bentuk tertentu,
jadi bentuknya harus sesuai dengan ketentuan-ketentuan yang berlaku. Jika
bentuk perjanjian tersebut tidak sesuai dengan ketentuan, maka perjanjian
tersebut tidak sah.
Misalnya
jual beli tanah harus dengan akta PPAT, pendirian Perseroan Terbatas harus
dengan akta Notaris.
Adapun saya
juga mendapatkan macam macam perjanjian dari sumber lain
1. Perjanjian Timbal Balik dan Perjanjian Sepihak
Pembedaan jenis ini
berdasarkan kewajiban berprestasi. Perjanjian timbal balik adalah perjanjian
yang mewajibkan kedua belah pihak berprestasi secara timbal balik, misalnya
jual beli, sewa–menyewa, tukar–menukar. Perjanjian sepihak adalah perjanjian
yang mewajibkan pihak yang satu berprestasi dan memberi hak kepada pihak yang
lain untuk menerima prestasi, misalnya perjanjian hibah, hadiah.
2. Perjanjian Bernama dan Tak Bernama
Perjanjian bernama
adalah perjanjian yang sudah mempunyai nama sendiri, yang dikelompokan sebagai
perjanjian–perjanjian khusus dan jumlahnya terbatas, misalnya jual beli,
sewa–menyewa, tukar–menukar, pertanggungan, pengakutan, melakukan pekerjaan,
dalam KUHPerdata diatur dalam titel V s/d XVIII dan diatur dalam KUHD.
Perjanjian tak bernama adalah perjanjian yang tidak mempunyai nama tertentu dan
jumlahnya tidak terbatas.
3. Perjanjian Obligator dan Kebendaan
Perjanjian obligator
adalah perjanjian yang menimbulkan hak dan kewajiban, misalnya dalam jual beli,
sejak terjadi konsensus mengenai benda dan harga, penjual wajib menyerahkan
benda dan pembeli wajib membayar harga, penjual berhak atas pembayaran harga,
pembeli berhak atas benda yang dibeli. Perjanjian kebendaan adalah perjanjian
untuk memindahkan hak milik dalam jual beli, hibah, tukar-menukar.
4. Perjanjian Konsensual dan Perjanjian Real
Perjanjian konsensual
adalah perjanjian yang terjadinya itu baru dalam taraf menimbulkan hak dan
kewajiban saja bagi pihak-pihak. Tujuan perjanjian baru tercapai apabila ada
tindakan realisasi hak dan kewajiban tersebut. Perjanjian real adalah
perjanjian yang terjadinya itu sekaligus realisasi tujuan perjanjian, yaitu
pemindahan hak.
5.3 Syarat Syahnyah
Perjanjian
1. sepakat
mereka yang mengikatkan dirinya
2. kecakapan
untuk membuat suatu perjanjian
3. suatu
hal tertentu
4. suatu
sebab yang halal
Adapun dalam pasal 1330 Kitab Undang – undang Hukum Perdata disebutkan
bahwa orang -orang yang tidak syah untuk
melakukan perjanjian antara lain :
1. orang –
orang yang belum dewasa
2. mereka
yang ditaruh dibawah pengampunan
3. orang –
orang perempuan dalam hal yang ditetapkan oleh undang – undang dan pada umumnya
semua orang kepada siapa undang – undang telah membuat perjanjian – perjanjian tertentu
.
5.4 Saat Lahirnya Perjanjian
Menurut azas konsensualitas, suatu perjanjian dilahirkan pada detik
tercapainya sepakat atau persetujuan antara kedua belah pihak mengenai hal –
hal yang pokok dari apa yang menjadi obyek perjanjian. Sepakat adalah
persesuaian paham dan kehendak antara dua pihak tersebut. Apa yang dikehendaki
oleh pihak yang satu adalah juga yang dikehendaki oleh pihak yang lainnya,
meskipun tidak sejurusan tetapi secara bertimbal balik. Kedua pihak tersebut
bertemu satu sama lain.
5.5 Pembatalan dan Pelaksanaan
Suatu Perjanjian
Pembatalan Perjanjian
Suatu perjanjian
dapat dibatalkan oleh salah satu pihak yang membuat perjanjian atau pun
batal demi hukum. Perjanjian yang dibatalkan oleh salah satu pihak biasanya
terjadi karena:
- Adanya suatu pelanggaran dan pelanggaran tersebut tidak diperbaiki dalam jangka waktu yang ditentukan atau tidak dapat diperbaiki.
- Pihak pertama melihat adanya kemungkinan pihak kedua mengalami kebangkrutan atau secara financial tidak dapat memenuhi kewajibannya.
- Terkait resolusi atau perintah pengadilan
- Terlibat hukum
- Tidak lagi memiliki lisensi, kecakapan atau wewenang dalam melaksankan perjanjian
Pelaksanaan perjanjian
Itikad baik dalam
Pasal 1338 ayat (3) KUHPerdata merupakan ukuran objektif untuk menilai
pelaksanaan perjanjian, artinya pelaksanaan perjanjian harus harus megindahkan
norma-norma kepatutan dan kesusilaan. Salah satunya untuk memperoleh hak milik
ialah jual beli. Pelaksanaan perjanjian ialah pemenuhan hak dan kewajiban yang
telah diperjanjikan oleh pihak-pihak supaya perjanjian itu mencapai
tujuannya. Jadi perjanjian itu mempunyai kekuatan mengikat dan memaksa.
Perjanjian yang telah dibuat secara sah mengikat pihak-pihak, perjanjian
tersebut tidak boleh diatur atau dibatalkan secara sepihak saja.
Komentar
Posting Komentar